Distorsi Egy

Kehadiran Egy Maulana Vikri tidak memberikan efek yang signifikan. Seperti yang pernah saya khawatirkan. Berkaca dari Piala Dunia 2018. Keberadaan Egy bisa diibaratkan Lionel Messi di timnas Argentina. Secara kebetulan banyak masyarakat pecinta bola dan atau media tanah air yang –secara overrated- mengidentikkan Egy Maulana Vikri dengan Lionel Messi. Messi-nya Indonesia, sebagian berkata demikian.

Belakangan Egy Maulana Vikri sedang menjadi trending topic sebagai pemain Asia Tenggara pertama yang bermain di Liga Eropa, tepatnya di Klub Liga Polandia, Lechia Gdansk. Bagi Indonesia, tentunya ini merupakan prestasi yang membanggakan.

Egy menjelma menjadi “megabintang” sepak bola Indonesia. Label tersebut membuat pecinta sepak bola tanah air menaruh harapan besar atas kehadirannya sebagai pemain utama nomor 10 saat Indonesia melawan Malaysia di ajang semi final AAF U-19 tadi malam tanggal 12 Juli 2018 di Stadion Gelora Delta Sidoarjo.

U19

Garuda Muda U-19 (Sumber Gambar : Banjarmasin Post)

Tapi, ibarat panggang jauh dari api, secara teknis Egy memang bermain bagus dan mumpuni. Tapi, ternyata skill individu tidak menjadi jaminan, sepak bola adalah permainan tim. Keberadaan Egy justru sedikit menjadi distorsi bagi kekompakan tim yang sudah terbangun sejak awal kompetisi AFF U-19. Tanpa Egy, Indonesia berhasil mencatatkan  hasil sempurna meski finis Runner Up karena di pertandingan terakhir fase grup kalah dari Thailand 2 -1, setelah sebelumnya berhasil menumbangkan Laos 1 – 0, mencukur Singapura 4 – 0, tidak lupa juga epic comeback saat melibas Filipina 4 – 1, dan menundukkan Vietnam 1 – 0. Thailand sendiri tampak kelelahan meladeni serangan-serangan yang cukup militant dari pasukan Garuda Muda saat itu yang berdampak pada kekalahan melawan Myanmar di semi final dengan skor tipis 1 – 0.

Pada pertandingan semalam Egy menciptakan gol di babak normal melalui titik pinalti, setelah Saddil Ramdani dilanggar oleh salah satu pemain belakang Malaysia. Salut buat Pemain U-19 lainnya yang menjamu Egy dengan sangat baik, yang dengan kelapangan hati mempercayakan Egy untuk menjadi eksekutor di menit ke 2. Nama besar Egy yang sedang membuncah membuat para pemain Malaysia merasa perlu menjaga ketat pemain kelahiran Medan tersebut. Terlalu banyak mendapat tackle keras menngakibatkan Egy cedera dan harus diganti di babak kedua.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa Egy tidak penting buat Timnas U-19, namun akan lebih baik jika Egy berperan memperkuat Garuda Muda sejak awal perhelatan kompetisi AAF U-19. Catatan minor bagi Egy semalam, untuk ukuran pemain yang mulai berkiprah di kompetisi Internasional, Egy terlalu malas menjemput atau mencari bola. Justru yang patut diacungi jempol adalah peran trio Witan Sulaiman, Saddil Ramdani, dan Rivaldo Ferre.

Tanpa Egy, Garuda Muda tampil trengginas seperti Jerman di Piala Dunia 2014. Dengan Egy, Garuda Muda tampil seperti Argentina di Piala Dunia 2018.

“Doesn’t Have A Point Of View”

Musim hujan hadir malu-malu melalui gerimis. Ada banyak kata berhamburan keluar dari dalam kepala. Berserakan di udara. Saya kesulitan untuk merangkainya. Hanya bisa terdiam terpaku menatap satu per satu huruf berjatuhan ke lantai karena tidak sanggup melawan gravitasi. Butir-butir air menghunjam raga dari ujung rumbut hingga ke dasar hati. Mengendapkan harapan/rindu… entah harapan/rindu kepada cinta yang mana…

Angin berhembus cukup kencang setiap hari, sejak menggeliatnya pagi, terik siang, sore nan sendu, malam ngelangut, sampai ke pagi lagi, begitu seterusnya pada bulan-bulan terakhir musim kemarau.

Jika pada suatu malam anda membutuhkan lagu-lagu pengantar tidur terbaik yang menghadirkan romansa suasana retro dengan sentuhan keindahan musik folk rock klasik membalut kekuatan makna lirik-lirik puitis nan apik dan tertuang dalam satu paket, barangkali album Rubber Soul karya The Beatles bisa menjadi rujukannya.

Gerimis datang sebentar menyiram benih-benih harapan. jika debit air kembali normal, maka hilang sedikit kekhawatiran. Air akan mengaliri sungai-sungai yang sekian lama telah menanggung dahaga tak terkira.

Bagi para pengecut, kata-kata disusun sedemikian rupa menjadi tameng untuk melindungi ketidakbecusannya.

Bagi para insan hukum, kata-kata mempunyai harga untuk membayar bagaimana setiap huruf terangkai dan sanggup membolak-balikkan fakta sehingga keadilan dan ketikdakadilan menjadi nisbi.

Bagi para pujangga, kata-kata dirangkai menjadi ayat-ayat mesra yang diseduh dalam secawan anggur yang sanggup memabukkan ratu paling cantik sedunia sekalipun, sehingga sang ratu jatuh dalam pelukan. Tak bisa lari kemana-mana karena hatinya telah tertambat pada makhluk yang sanggup menciptakan romansa melalui kata-kata. Pujangga.

Entahlah… ingin menulis apa lagi?

Sore – Sore Nyidam Sari

Momen lebaran Idul Adha kemarin saya manfaatkan untuk mudik ke kota kelahiran saya : Madiun. Tujuan utamanya sudah pasti sungkem ke Ayah dan Bunda sekalian minta didoakan supaya segera bertemu jodoh yang selama ini entah sedang melanglangbuana kemana menikmati lebaran Idul Adha yang sangat jarang sekali saya lalui di Madiun. Ya, walaupun baru beberapa bulan yang lalu, tepatnya saat lebaran Idul Fitri saya mudik, tapi, apalah daya, kerinduan akan rumah sukar dibendung.

Alhamdulillah, Ayah dan Bunda saya sehat walafiat dan mudah-mudahan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Hajat pulang kampung ini sempat terancam gagal gara-gara saya salah memilih tanggal keberangkatan ketika memesan tiket melalui website PT. KAI. Saya mengira libur Idul Adha ada di tanggal 25 September 2015, maka saya memesan tiket keberangkatan dari Stasiun Pasar Senen ke Madiun pada tanggal 24 September 2015 menggunakan KA. Majapahit pukul 18.30 WIB, jadi saya tidak perlu ijin dari kantor. Untuk tiket kembali ke Jakarta, saya tetap menggunakan KA. Majapahit dari Madiun tanggal 26 September 2015 pukul 23.15 WIB, tepat di hari Sabtu, jadi ketika sampai di kost-an saya di kota Bogor saya masih punya waktu istirahat satu hari sebelum kembali beraktifitas di hari Senin.

Beberapa hari sebelum hari H mudik, saya baru menyadari kesalahan tanggal keberangkatan ketika melihat kalender di salah satu tempat makan di dekat kost-an saya. Maklum saya tidak punya kalender dan ketika memesan, saya hanya melihat tanggalan dari kalender hape jadul saya yang warnanya sudah pasti sama semuanya. Hitam. Saya kaget bukan kepalang. Saking paniknya saya tidak menyadari bahwa makanan saya sudah habis dan saya hanya menyendok angin.

Esoknya, sepulang kerja saya pontang-panting menuju ke Stasiun Bogor untuk menggeser jadwal keberangkatan dari tanggal 24 September 2015 ke tanggal 23 September 2015.

“Maaf, Mas, untuk jadwal 23 September 2015 sudah penuh semuanya.” Bait jawaban yang mengalir dari bibir Mbak petugas loket nan anggun itu seketika menusuk ke jantung hati.

“Kereta selain Majapahit masih ada yang kosong apa tidak, Mbak?” Tanya saya lagi dengan penuh harap. Mbak petugas loket hanya menggeleng-gelengkan kepala diiringi senyum penglipur lara yang tidak berhasil mengobati kekecewaan saya. Saya memutuskan untuk membatalkan tiket keberangkatan tersebut dan beralih ke moda transportasi bis Rosalia Indah.

Bayangan kemacetan yang mengular berkelebatan di kepala membuat saya seolah mabuk darat sebelum bis melaju dari pool nya. Namun, diluar dugaan, perjalanan menuju kota Madiun menggunakan bis Rosalia Indah nyaris bebas hambatan. Memang di beberapa titik seperti sudah pada umumnya, di Subang dan Indramayu, misalnya ada ruas-ruas jalan yang tidak beres. Atau tepatnya dari dulu tidak pernah beres. Diluar semua itu, perjalanan cukup bisa dinikmati.

Sama halnya dengan Bogor, Madiun juga belum turun hujan. Bedanya, musim kemarau di Madiun tidak terasa se-hareudang di Bogor. Mungkin karena tidak terlalu banyak kendaraan. Maklum, Madiun hanyalah kota perlintasan yang kecil. Terik mentari yang menari-nari bersama semilir angin semakin mesra dirasa dalam iringan tembang-tembang campursari khas karya-karya Manthous.

Di Madiun, tak lengkap rasanya apabila tidak sarapan Nasi Pecel Madiun yang ke-deliciousan-nya telah diakui khalayak ramai penikmat kuliner nusantara. Hanya dengan Rp. 42 Ribu Rupiah sudah bisa dapat enam porsi Nasi Pecel Madiun paling lezat sedunia dengan lauk rempeyek kacang dan gorengan tempe yang ukurannya segede gaban. Meminjam jargon Pak Bondan Winarno : Makyuss!

Nasi Pecel favorit saya adalah Nasi Pecel Pojok yang lokasinya tidak jauh dari rumah saya. Tepatnya berada di ujung persimpangan antara Jalan Cokroaminoto dan Jalan Ringin. Warung nasi pecel ini dikelola oleh keluarga Elang, teman SD saya. Elang ini berjenis kelamin perempuan. Dulu ketika masih sekolah, Elang bersama teman-teman sekelas yang akrab seperti Eva, Chandra, dan Deny sering sekali mengajak saya masak-masakan. Acaranya selalu di rumah saya karean letaknya yang cukup strategis. Secara berkala, setiap seminggu sekali, misalnya, di hari Sabtu, sepulang sekolah, Elang, Eva, Chandra, dan Deny pergi ke rumah saya dengan membawa peralatan-peralatan masak yang diperlukan yang sudah dibagi-bagi sesuai kesepakatan siapa bawa ini siapa bawa itu lalu belanja ke pasar mencari bahan baku. Jujur, dulu setiap kali mereka mencari saya ke rumah untuk acara masak-masakan itu, saya selalu lari bersembunyi karena malu. Bagi saya, masak-masakan itu bukan dolanannya laki-laki. Kalau sudah begitu, Bunda saya yang turun tangan menemukan saya untuk diserahkan ke mereka. Dewasa ini, bila teringat, saya justru kangen akan masa-masa tersebut. Apalagi belakangan banyak bermunculan Chef-Chef dari kalangan pria.

Setiap sore saya menikmati kemalasan di kedai kopi sambil bercengkrama bersama teman-teman sejawat yang memilih tetap bertahan di kampung halaman dengan segala idealismenya untuk memajukan kota Madiun melalui karya-karya orisinal buah pemikiran paling jernih.

saat menjelang senja ketika langit masih tampak cerah, saya duduk di beranda rumah bersama Bunda, mendengarkan wejangan-wejangan beliau yang akan selalu saya jadi pegangan agar hati dan fokus tidak goyah dalam menjalani kehidupan yang semakin ganas dan tak terprediksi. Warna lembayung yang perlahan mulai terlukis di ufuk barat mengiring sang surya undur diri menuju peraduan membuat suasana semakin emosional. Saya teringat akan waktu yang tidak bisa diperintah oleh manusia. Waktu tidak pernah peduli dengan permohonan untuk berhenti sejenak demi sebuah kebahagiaan yang sedang berlangsung. Seolah seperti sebuah pintu yang baru saya saya tutup dan tinggalkan, masa kanak-kanak yang indah telah berlalu sekian jauhnya. Saya menatap Bunda yang selalu sabar mendampingi saya hingga dewasa. Tiba-tiba saya seperti dihadapkan pada layar film yang menayangkan masa-masa ketika Bunda mengantar saya ke sekolah. Bunda membawa saya ke dokter ketika pilek lalu saya merengek-rengek minta dibelikan layang-layang. Bunda dengan tekun menemani saya mengerjakan PR Matematika dari guru paling killer semasa SD yang membuat saya jadi membenci pelajaran tersebut sehingga sampai sekarang saya paling bodoh soal Matematika. Ah, saya ingin kembali ke fragmen hidup ketika itu kemudian menekan tombol “On” dan tetap berada di sekitarnya. Setiap selesai saya putar kembali. Begitu seterusnya hingga malaikat Israfil meniup sangkakala tanda berakhirnya dunia beserta seluruh isinya. Saya tidak ingin jauh dari Bunda. Saya ingin tetap menjadi anak kecil dalam belaian dan lindungan Bunda.

Di depan rumah saya terhampar halaman yang lumayan luas. Di malam terakhir, setelah menunaikan ibadah sholat Isya’, saya menikmati kilau gemintang yang merubungi rembulan di jagad malam. Tampak riang sekali. Seolah keriuhannya terdengar meski dari jarak ratusan tahun cahaya. Sambil terus menatap warna ceria di langit, hati saya bergumam : “Seandainya masih ada semalam lagi di Madiun.”

Icon Jakarta - Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

Indochina Story : Pertemuan Dengan Sahabat Lama

Icon Jakarta - Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

Semua bermula dari pertemuan saya pada awal tahun 2011-an dengan seorang sahabat dari zaman SMA yang telah hampir tujuh tahun hilang kontak. Andri Sofyan Husein yang akrab disapa Basir.

Rupanya setelah lulus kuliah dari Fakultas MIPA Universitas Negeri Lampung, Basir bekerja sebagai pengajar di salah satu pusat bimbingan belajar yang cukup terkemuka di wilayah Jabodetabek. Tepatnya di daerah Bintaro, Tangerang Selatan. Tidak hanya mengajar anak-anak pribumi namun juga kaum ekspatriat. Jadi selama kurun waktu nan panjang tersebut, kami sebenarnya telah hidup bertetangga. Saya di Bogor. Basir di Bintaro.

Kami memulai percakapan untuk pertama kalinya setelah sekian lama terpisah melalui media sosial sejuta umat : Facebook. Saat itu Facebook masih cukup nge-hits. Kalau sekarang.. mmm.. biasa aja,sih.

Dalam percakapan panjang berhiaskan caci maki ala Jawa Timur-an, kami berbagi cerita tentang suka dan duka menuju pendewasaan diri. Hingga akhirnya kami membuat janji bertemu setelah menyesuaikan dari jadwal-jadwal sibuk masing-masing dari kami.

Pada suatu Minggu siang yang terik di pertengahan tahun 2011, kami sepakat kopi darat di daerah Jakarta Kota. Basir tampak sumringah. Aura positif memancar dari wajahnya. Badannya kekar. Terlihat sehat dan segar. Bagai buah tomat yang baru dipetik dari dahannya saat panen raya. Alhamdulillah. Tanpa ada ritual peluk-pelukan plus cipika cipiki, mengingat kami berjenis kelamin sama, secara spontan kami memutuskan untuk berwisata kuliner di sekitaran Museum Fatahillah sembari bernostalgia mengenang masa-masa sekolah dulu. Adakalanya, pertemuan dengan sahabat lama memberikan inspirasi sekaligus motivasi tersendiri. Mencetuskan kembali cita-cita ataupun angan-angan yang sempat tertunda dalam proses pencapaiannya.

Sebagai pembuka, kuliner yang kami coba terlebih dahulu adalah Toge Goreng yang kebetulan mangkal tepat di depan Gedung BNI seberang Museum Fatahillah.

Saya segera memesan dua porsi kepada abang-abang berwajah melankolis mirip Obbie Messakh. Tanpa rasa curiga kami menunggu pesanan datang sambil ndeprok di pelataran Gedung Bank BNI. Dari situ tampak barisan bangunan-bangunan klasik peninggalan zaman kolonial Belanda yang hampir tidak terawat. Rapuh dan sebagian hampir runtuh. Padahal punya potensi besar untuk dikembangkan sebagai wisata sejarah. Kondisi tersebut tidak mengurangi antusias para pengunjung yang selalu membludak seperti di saat-saat weekend.

Sekejap kemudian pesanan kami datang. Ketika hendak memasukkan sesendok suapan pertama ke mulut, ada sedikit kejanggalan yang mengganggu indra penciuman. Saya dan Basir saling berpandangan dengan tatapan yang mengisyaratkan: “kok kayaknya makanannya diracik dari bahan-bahan yang sudah basi, yaa. “

Agar lebih yakin, Basir mencicipinya.

“Buset, rasanya seperti air sabun bekas dipakai cuci tangan orang yang habis cebok.” Umpat Basir, setelah melepehkan kembali sejumput Toge Goreng yang diicipnya. Saya hanya mendelik. Beberapa detik berikutnya kami sama-sama terpaku membisu. Seperti sedang memikirkan jalan keluar dari permasalahan ini. Lalu diam-diam demi menjaga perasaan abang penjual Toge Goreng kami pelan-pelan meletakkan makanan tersebut di salah satu sudut pelataran Gedung Bank BNI kemudian sambil berjingkat-jingkat macam maling, kami melipir pergi. Uangnya saya letakkan diatas piring kedua Toge Goreng tersebut.

Selanjutnya, demi memuaskan hasrat kuliner yang sempat diwarnai kegagalan, kami mencoba Bubur Ayam yang letaknya berada di dalam areal Museum Fatahillah. Tempatnya cukup ramai dan dari segi rasa… lumayan lah. Hanya saja yang membuat kami sebal adalah intensitas pengamen yang begitu padat. Sampai-sampai uang yang kami keluarkan untuk para pengamen lebih banyak ketimbang harga Bubur Ayam itu sendiri. Cukup horor memang. Level horornya mungkin hampir sama seperti saat naik bis dari Bekasi ke Bogor. Pengamennya… Naudzubillah… tidak ada jeda sama sekali. Mulai berangkat dari terminal Bekasi, masuk tol Jagorawi, hingga sampai di terminal Baranangsiang Bogor. Mending pengamennya sopan-sopan. Lah, ini, seperti preman. Omongannya tidak ada yang enak didengar. Bikin hati jadi panas. Astaghfirullah.

Tak terasa hari sudah beranjak sore. Sebagian lampu-lampu taman kota di sekitaran Museum Fatahillah dinyalakan. Dari balik debu dan kepulan asap kendaraan, dalam adegan slow motion kami berjalan menuju Stasiun Jakarta Kota. Saatnya kembali ke peraduan. Mempersiapkan lagi amunisi untuk mengahadapi rutinitas hari Senin esok hingga sepekan selanjutnya. Saya dan Basir berpisah menuju Platform masing-masing. Saya ke Bogor. Basir ke Bintaro. Sebelumnya Basir juga berjanji pada pertemuan selanjutnya dia akan mengajak saya berkunjung ke Kost-annya.

Bersambung….

Puisi Sederhana

Aku yang resah merindukan hujan
Pada suatu terik siang yang menghanguskan hasrat hidup
Seulas senyummu menjelma puisi ketenangan dalam sanubari
Menuntunku kembali pada kenormalan akal pikiran
Setidaknya aku jadi tahu masih ada bekal bahagia
Meski hujan masih belum mengabarkan jadwal bertandangnya

Cerita Minggu Ini : Nasi Kapau

Nasi Kapau

Taman Kampus Institut Pertanian Bogor – Baranangsiang

Seperti biasa, hari minggu adalah jatah saya memanjakan diri dengan membaca di taman kampus IPB Baranangsiang. Biasanya saya juga sekalian bawa bekal makanan dan minuman ringan karena adakalanya saya membaca dari pagi hingga sore, hanya diselang oleh Shalat Dhuhur dan Ashar. Tapi pagi ini saya sangat ingin sekali mencoba gado-gado yang berada di sekitaran pool Damri jurusan Bogor  – Soekarno Hatta International Airport, tidak jauh dari kampus.

 

Ada kejadian yang sedikit membuat saya geli ketika sarapan gado-gado tadi. Seorang bapak-bapak paruh baya yang memesan menu sama dengan saya, makan sambil telpon-telponan dengan istrinya. Mungkin si istri di seberang bertanya : “Lagi ngapain, Pa?”, bapak-bapak tersebut menjawab dengan sangat pede : “Lagi makan gado-gado, Ma. Jadi, ceritanya, Papa sekarang lagi wisata kuliner kayak Bondan Parkoso.” Saya langsung tersedak mendengarnya,.. Mungkin maksud beliau adalah : Bondan Winarno… dan, mungkin saja, Bondan Winarno tidak hafal sama sekali lirik lagu Lumba-Lumba Si Hitam Manis.

 

Berhubung bacaan favorit saya karya Emha Ainun Nadjib (Indonesia Bagian Dari Desa Saya) dan Agustinus Wibowo (Titik Nol) sudah saya khatamkan sejak Ramadhan sebulan yang lalu, seusai sarapan saya bergegas membeli harian Kompas di kios yang masih berada di sekitaran pool Damri. Setelah mendapatkan suratkabar favorit tersebut, saya berjalan menuju taman kampus yang hanya tinggal beberapa langkah kaki saja. Sekilas saya tampak seperti seorang cendekiawan, padahal, kuliah belum lulus-lulus.

 

Kompas edisi minggu ini membahas habis tentang eksistensi kuliner Minang atau yang lebih familiar dengan sebutan Masakan Padang. Terutama mengenai sejarah awal hingga menjamurnya rumah makan-rumah makan Padang di hampir seluruh pelosok tanah air hingga mancanegara. Dan sudah barang tentu pembahasan mengenai Masakan Padang tidak akan terlepas dari Rendang.

 

Secara garis besar Rendang digambarkan sebagai simbol kehormatan dan martabat perempuan (Minang). Seiring berjalannya waktu, Rendang pun semakin menasional dan akhirnya mendunia. Konon, pada saat merantau, orang Minang dibekali 3 senjata paling penting, antara lain : 1. Pengetahuan Agama, 2. Ketrampilan Silat, 3. Rendang.

 

Masyarakat Minang menganut garis keturunan pihak ibu (Matrilineal), sehingga kepandaian memasak (terutama Rendang) menjadi amat krusial. Bahan baku utama Rendang selama ini kebanyakan yang kita tahu identik dengan daging sapi atau kerbau. Namun kenyataannya, di Sumatra Barat sana ada banyak varian Rendang, diantaranya : Rendang Belut, Rendang Ayam, Rendang Bebek, Rendang Telur, Rendang Paru, dan Rendang Ubi Kayu. Ada juga Masakan Padang yang biasa disebut Nasi Kapau, jenis masakan Minang yang berasal dari Nagari Kapau, Sumatra Barat.

 

Saya sendiri bukanlah penyuka Masakan Padang ataupun Nasi Kapau. Bukan karena saya pernah patah hati dengan Gadis Minang, tapi.. ya, sudahlah, gak usah dibahas lagi.. Namun begitu, saya pun menjadi penasaran dengan menu bernama Tambusu, yaitu : usus sapi yang diisi adonan telur dan tahu, bentuknya seperti sosis dengan ukuran yang besar. Saya jadi teringat Warung Nasi Kapau di dekat kompleks saya tinggal. Sejauh ini belum pernah sekalipun saya makan disitu.

Nasi Kapau 2

Nasi Kapau

Singkat cerita, pulang dari taman kampus, seusai Shalat Maghrib, saya pun singgah ke warung tersebut demi menuntaskan rasa penasaran saya terhadap Tambusu. Namun, sayang, menu yang saya harapkan tidak ada. Saya pun bingung, kalau pakai Gulai Ayam atau Rendang sudah biasa banget. Di tengah-tengah dilema memilih lauk, mata saya tertuju pada Cumi-Cumi. Pas saya tanya ternyata isinya kurang lebih sama dengan Tambusu : adonan telur dan tahu. Tanpa pikir panjang lagi dan lapar yang sudah begitu mendera, saya pun memilih lauk tersebut. Walaupun tidak sama namun serupa. Lumayan.

 

Bogor, 01 September 2013

Bopet Mini : Kelana Rasa dan Dugaan Perpaduan Budaya Kuliner Minang, Aceh, dan Prancis

Seperti yang pernah saya ceritakan 8 tahun lalu bahwa saya bukanlah penggemar Masakan Padang. Hanya sesekali saja saya makan menu Masakan Padang, khususnya jika saya sedang kehilangan selera makan dan tidak tahu lagi harus makan apa. Disamping itu, banyak yang bilang Naga Lyla itu mirip dengan saya. Ini benar-benar aneh. Terasa seperti lubang hitam yang bertransformasi menjadi lubang dub… mash. Ehm!

Beberapa bulan lalu, saat menghadiri rapat di Jakarta, menu makan siang yang disediakan adalah Masakan Padang. Saya tidak memakannya di tempat, namun saya membawa sekotak Masakan Padang tersebut pulang ke Bogor karena saya sudah cukup kenyang dengan snack yang disajikan di sela-sela rapat.

Sebelum membuka kotaknya terlebih dahulu saya mencermati tulisan yang tercetak pada sampul muka. Bopet Mini. Begitulah nama Rumah Makan yang terletak di sekitaran Bendungan Hilir, Jakarta. Konten yang tersedia sebenarnya cukup biasa. Standar Masakan Padang pada umumnya. Terdiri dari daun singkong, sayur nangka, sambalado ijo mudo nan di jauah di mato (halah!), gulai ayam, dan telur balado. Namun, ada yang sedikit mencuri perhatian saya. Pada kuah gulai ayamnya, selain warnanya cenderung soft juga terdapat beberapa butir kapulaga. Saya belum pernah menemukan yang seperti ini sebelumya. Saat saya mencicipi, rasa yang dihadirkannya pun unik dan menimbulkan kecurigaan saya bahwa Masakan Padang di Rumah Makan Bopet Mini tersebut ada pengaruh kuliner Aceh. Lidah dan otak saya bersinergi, berkelana rasa sambil menganalisa.

Jpeg

Penampakan Nasi Box Bopet Mini.

 

Saya seolah terhipnotis oleh citarasa ranah Minang yang tersaji dengan begitu mempesonanya. Hingga, tandas dalam sekejap. Hmm… sebaiknya kata “Tandas” saya ganti dengan “Ludes” karena “Tandas” di Malaysia sama artinya dengan “Toilet” atau “Jamban”. Tanpa saya sadari saya pun berteriak “Uniii! Tambo ciek!”

Kemudian hening seketika.

Saya seperti terbawa suasana berada secara real time di Bopet Mini. Saya sedang dipermainkan oleh ruang dan waktu.

Uni siapa?

Uni yang mana?

Kegalauan langsung merambati nadi. Mengoyak-ngoyak hati.

Duh! Saya malu pada diri saya sendiri. Malu pada semut-semut yang berbaris di tembok kamar saya. Malu pada cicak-cicak yang terpingkal-pingkal melihat kebodohan saya. Malu pada tokek-tokek yang terkekeh-kekeh pada kekonyolan saya. Lah! Ini kamar apa taman reptil, yak?

Sejak saat itu, ke-delicious-an Masakan Padang dari Rumah Makan Padang Bopet Mini menempel terus di lidah saya. Bagai hantu, terus membayang-bayangi dalam setiap gerak gerik saya. Menjelma menjadi obsesi. Melahirkan tekad bahwa suatu saat nanti saya harus meluangkan waktu untuk berwisata kuliner langsung ke Bopet Mini.

Hari Kamis tanggal 5 Juli 2018 kemarin saya ke kantor pusat di Jakarta untuk keperluan mengantar proposal penelitian yang saya kerjakan bersama tim tahun ini. Saya tidak bisa bertemu dengan pihak yang meminta proposal saya dan menurut informasi dari resepsionisnya beliau malah ada acara di kantor saya di Cibinong. Ngeselin sih, tapi hikmahnya saya punya kesempatan makan siang di Bopet Mini.

Setelah menitipkan proposal penelitian ke resepsionis, saya memesan Grab Bike melalui aplikasi dengan tujuan Bopet Mini. Tak perlu menunggu lama, driver yang akan mengangkut saya pun tiba. Saya meminta menunggu sebentar melalui chat sementara saya on the way dari lantai enam. Dengan kondisi kaki yang agak sakit dan tubuh yang sedikit demam <—lebay dikit biar ada efek dramatis yang mampu menggugah simpati pembaca saya memacu langkah agar driver Grab Bike tidak jenuh lalu meninggalkan saya dengan ekspresi menggerutu karena terlalu lama menunggu.

Siang itu kota Jakarta cukup terik dan kemacetan tampak terjadi di beberapa titik jalan yang saya tidak hafal nama-nama jalan tersebut. Perjalanan dari kantor pusat menuju Bopet Mini ditempuh dalam waktu kurang lebih 20 menit.

Jpeg

Rumah Makan Bopet Mini.

 

Di depan terdapat booth sate padang dan jajanan atau kudapan tradisional khas Minangkabau seperti pical (semacam pecel kalau di Jawa), ketupe sayur, hingga bubur kampiun. Kerupuk warna merah adalah kondimen khas seperti yang selalu bisa ditemui apabila berpelesir di sepanjang jalur Sumatera Barat. Saya memesan makan ke salah satu penjaga booth kudapan tradisional tersebut. Olehnya saya diarahkan untuk menuju lantai dua. Ketika melalui tangga yang berada di lorong lantai satu saya berpapasan dengan seorang laki-laki yang sepertinya baru selesai makan. Tiba-tiba, dia dengan setengah berteriak sambil menunjuk-nunjuk muka saya, berkata : “Di atas sudah penuh, Mas! Tidak ada lagi tempat bagi pendosa seperti anda!” Saya terkejut. Nih, bocah ngapa, yak? batin saya penuh keheranan.

Jpeg

Booth Sate Padang di Rumah Makan Bopet Mini.

Bopet Mini menawarkan konsep prasmanan. Pelanggan bisa leluasa memilih lauk yang disajikan pada nampan-nampan yang tersusun pada meja panjang sesuai selera. Lauk yang tersedia antara lain gulai ayam, gulai tongkol, gulai cumi, rendang, sayur daun ubi, sayur rebung, dan lain sebagainya. Saya mulai mengantri seperti sedang dalam acara kondangan. Saya menjatuhkan pilihan lauk pada gulai ikan tongkol, sayur daun ubi, dan sayur rebung. Es teh manis menjadi penawar dari pedas yang menghajar lidah. Harga yang saya bayar cukup standar. Dalam artian tidak terlalu mahal dan juga tidak terlalu murah. Sangat sesuai dengan citarasa yang dihadirkan.

Jpeg

Booth Kudapan Tradisional di Rumah Makan Bopet Mini.

Konsep prasmanan tentunya sedikit banyak mengingatkan pada budaya Prancis dan semakin menambah keunikan Rumah Makan Bopet Mini.

Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Prasmanan, Prasmanan atau buffet (dibaca “buffé”) adalah cara penyajian makanan dalam pesta maupun restoran dengan meletakkan makanan pada meja panjang dan pengunjung mengambil sendiri menu yang diinginkan. Prasmanan sangat populer di Indonesia karena praktis dan mengurangi jumlah pelayan yang diperlukan dalam suatu resepsi.

Sedangkan https://www.restofocus.com/2015/05/pengertian-buffet-service.html, menjelaskan bahwa Prasmanan atau Buffet Service adalah suatu sistem pelayanan dimana makanan dan minuman dihidangkan dengan rapi di atas sebuah meja panjang yang telah di set dengan baik dan tamu mengambil sendiri makanan dan minuman yang dikehendaki/disukai.

Kata “Bopet” pada Bopet Mini sendiri menurut dugaan saya merupakan penyesuaian dari kata “Buffet” yang sangat jelas menyiratkan konsep yang diusung di rumah makan tersebut. “Buffet” (dilafalkan ba – fei) sendiri berasal dari bahasa Prancis yang memiliki arti “perabot seperti lemari yang terdiri dari beberapa rak dan biasanya dipakai untuk memajang piring dan lain sebagainya”. Orang Perancis mempelopori gaya menghidangkan aneka makanan dan minuman pada piring di rak-rak lemari  “Buffet” ini. Di Indonesia “Buffet” sendiri merujuk pada lemari untuk menyimpan perabotan makan dan minum seperti piring, gelas, cangkir, sloki, cawan, teko, sendok, garpu, dan lain sebagainya.

Jpeg

Konsep Prasmanan di Rumah Makan Bopet Mini.

Sejauh yang saya ingat, baru pertama kalinya saya mendapati rumah makan padang dengan konsep prasmanan. Di sebelah meja prasmanan terdapat konter kudapan  tradisional seperti bubur kampiun, ketan srikaya, surabi, lupis, dan lain sebagainya. Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat pada gambar yang saya lampirkan.

Menu di Bopet Mini

Daftar Menu Makanan di Rumah Makan Bopet Mini ( Sumber : https://www.zomato.com/id/jakarta/bopet-mini-bendungan-hilir/menu#tabtop )

Saya cukup puas dan ingin kembali lagi jika ada waktu luang. Recommended!

Nilai yang saya berikan :

  1. Makanan : 5/5
  2. Pelayanan : 4.5/5
  3. Kebersihan : 4.5/5
  4. Lokasi : 5/5
  5. Ambience : 4.5/5

Bagi yang tertarik untuk mencoba silahkan datang ke alamat yang tertera di bawah ini :

Rumah Makan Bopet Mini

Jalan Raya Bendungan Hilir Kav. IA.

Telp. : (021) 5713505.

 

 

14 April 2017…, Selamat Ulang Tahun Ibu

Beady Eye – Live Acoustic Session from Abbey Road

14 April adalah Ulang Tahun Ibu saya… Semoga Ibu saya selalu diberikan kesehatan… Tanpa Ibu, Dunia tidak pernah terasa nyaman.

Akhir-akhir ini temperamen saya sedang tidak bagus. Entah kenapa energi negative masih saja menggelayuti hari-hari saya sampai detik ini sejak kurang lebih sebulan lalu. Padahal saya bukan orang yang semacam ini. Saya termasuk dalam kategori orang yang easy going dan cenderung bebal (baca : cuek). Saya bukan orang yang suka pamrih. Saya juga bukan orang yang senang mengharapkan balasan kebaikan dari orang lain yang pernah menerima kebaikan saya di masa lalu, misalnya. Dan atau saya bukan orang yang suka memaksakan kehendak dan melulu mengharapkan imbalan (materi) dari setiap hal yang saya kerjakan. Bukan sok idealis tapi level saya sudah tidak disitu. Saya selalu berusaha semaksimal mungkin melaksanakan setiap kewajiban dengan senang hati.

Namun, belakangan perasaan senang hati yang selalu saya bangun agak terganggu oleh anggapan-anggapan yang seolah paling benar dan seperti harus menjadi tolok ukur suatu bentuk yang sempurna. Saya menjadi merasa seperti digiring menjadi robot. Kebebasan terkekang dan kreativitas terbelenggu Saya bukan orang bodoh. Saya juga bukan anak kemarin sore yang mengerti masalah organisasi. Dengan tidak berniat menyombong, sebelumnya, saya telah melanglang buana selama kurang lebih 12 tahun berhadapan dengan masalah yang komplek, perbedaan budaya, perbedaaan prinsip, perbedaan pola pikir, dan lain sebagainya. Semua itu telah menempa saya menjadi pribadi yang blak-blakan, lugas, sekaligus tetap menjunjung tinggi adab sopan-santun ketimuran yang diwariskan oleh keluarga saya. Sopan santun yang jujur, apa adanya, tidak berlebih-lebihan, tidak palsu, natural. Meski tidak semua bisa memuaskan seluruh pihak.

Ada apa dengan saya?

Kenapa penilaian/anggapan orang terhadap saya yang sebenarnya tidak perlu dipedulikan karena.. ya, senior-junior? muak saya mendengarnya. Malah merusak mood saya. Saya yang biasa melaksanakan setiap kewajiban dengan senang hati, tulus, serta ikhlas tanpa pamrih menjadi kecewa dan seperti sudah tidak peduli lagi. Meski begitu, niat saya untuk menyelesaikan setiap tanggungjawab tidak hilang, hanya kehilangan gairah. Saya berusaha untuk tidak terpancing amarah atau terprovokasi. Mudah-mudahan saya tetap bisa mengendalikannya.

Saya jadi berfikir dan bertanya-tanya : benar apa tidak jika suatu status yang dianggap oleh kebanyakan orang bisa menjamin masa depan dan konon katanya juga diidam-idamkan oleh khalayak ramai yang secara kebetulan juga sedang saya sandang saat ini bisa menjamin kebahagiaan batin saya di masa depan? Jangan-jangan saya sedang terjebak di zona nyaman? Jangan-jangan saya hanya akan membuang-buang waktu dalam pusaran rutinitas tak berujung? Jangan-jangan saya bisa jauh lebih berkembang, lebih hebat, dan lebih superior serta bisa mewujudkan mimpi-mimpi menjadi manusia yang bermanfaat jika berada di luar zona nyaman ini? Bisa lebih bebas berekspresi tanpa harus memikirkan akan menyalahi aturan-aturan (tak tertulis) ini dan itu. Setiap keputusan mutlak ada di diri saya. Saya bisa membangun tim yang ideal lalu menularkan pemikiran-pemikiran untuk maju bersama dalam kekompakan yang bukan hanya teori.

Jangan-jangan saya sedang lupa untuk bersyukur bahwa sebenanya masih banyak orang yang lebih hebat dari saya untuk menjadi bagian dari organisasi yang saat ini saya huni?

Ini semua salah saya sendiri!

Mungkin juga saya sudah sangat lama tidak dibasuh oleh ceramah-ceramah Master Buddha Cheng Yen yang dulu biasa saya lihat dan dengarkan melalui channel DAAI TV, Televisi Kasih Sayang.

Semoga saya tidak kehilangan rasa kemanusiaan saya terhadap sesama.

Daripada saya jadi sakit secara fisik dan batin menanggapi kondisi ini, sebaiknya saya bercerita tentang kunjungan saya ke Kota Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 19 – 22 Januari 2017 lalu.

Saya ke Pontianak sebenarnya dalam rangka mengikuti Seminar Nasional PERHEPI – Ekonomi dan Kebijakan Agraria. Dalam seminar ini saya menulis paper bersama Dosen saya dan salah satu staf Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual KemenkumHAM.

Jpeg

Rakernas dan Seminar Nasional PERHEPI 2017 di Kota Pontianak

Oiya, jika ada yang belum tahu, PERHEPI adalah akronim dari Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, yang dalam bahasa Inggris biasa disebut ISAE, yaitu Indonesian Society of Agricultural Economics. Dikutip dari perhepi.ub.ac.id secara resmi, perhimpunan ini berdiri pada tanggal 13 Februari 1969 di Ciawi Bogor dalam suatu seminar/konferensi ekonomi pertanian Indonesia. Perhimpunan ini dibentuk oleh tokoh-tokoh ilmuwan dan praktisi  serta berfungsi sebagai wahana bagi kegiatan dan pemikiran dalam ekonomi pertanian serta mengembangkan ilmu, dalam rangka pembangunan bangsa dan negara. Dalam perjalanannya, berbagai dinamika dilalui dengan romantika pasang surut kegiatan perhimpunan ini. Akan tetapi satu hal yang tetap adalah, gerak organisasi ini senantiasa dilandasi oleh Pancasila sebagai dasar dalam pengembangan dan pengamalan ekonomi pertanian, baik sebagai ilmu maupun profesi. Ia senantiasa peduli terhadap dinamika pembangunan ekonomi pertanian serta komitmen terhadap persoalan-persoalan pembangunan pertanian dan perdesaan, kesejahteraan petani dan masyarakat umumnya.

Saya tidak akan mengulas tentang seminar yang saya ikuti tersebut. Saya akan menceritakan betapa menyenangkan pengalaman 3 hari 4 malam saya di Pontianak. Tidak ada hura-hura atau pesta-pesta.  Saya berjumpa kawan-kawan saya dan banyak menghabiskan waktu menjajal warung kopi-warung kopi yang bertebaran di hampir setiap penjuru kota Pontianak. Malam pertama di Pontianak saya ditemani oleh Mas Aulia Chandra Dwi, mahasiswa kedokteran Universitas Tanjung Pura yang berasal dari Belitong. Saya dibonceng motor berkeliling kota sambil mencoba kuliner-kuliner khas Pontianak, seperti Chai Kue, Bingke dan Es Lidah Buaya. Acara cemal-cemil tersebut diakhiri dengan minum kopi di Warung Kopi Winny.

Warung Kopi Winny beralamat di Jalan Gajahmada No. 159, Benua Melayu Darat, Pontianak Selatan, Kota Pontianak. Kebetulan letaknya tepat di seberang Hotel Orchardz, tempat saya menginap. Warung Kopi Winny merupakan salah satu warung kopi yang selalu ramai pengunjung setiap harinya. Warung ini sepertinya buka hampir 24 jam. Saya kurang tahu persis. Masih dugaan. Karena malam itu saya kembali dari Warung Kopi Winny sekitar pukul 02.00 WIB dini hari setelah puas menenggak secangkir kopi hitam khas Pontianak dan tiga pisang goreng yang dioles selai srikaya, paginya sekitar pukul 07.00 WIB saat saya sarapan di hotel, Warung Kopi Winny terlihat sudah buka lagi. Lokasinya memang sangat strategis berada di pusat Kota Pontianak.

Secara kebetulan juga, pada saat saya disana sedang musim durian. Hampir di sepanjang jalan berjajar pedagang durian. Konon, menurut penuturan Mas Aulia, berdasarkan pengalamannya sendiri, saat musim panen durian harganya bisa mencapai hanya Rp. 2000,- saja bila beli ke petania duriannya secara langsung. Jika sudah masuk ke Kota Pontianak harganya rata-rata mencapai Rp. 30 ribu sampai dengan Rp. 50 ribu-an, yang cukup familiar berasal dari hutan-hutan di daerah Nangapinoh. Ciri khas durian Pontianak aroma harumnya menyengat, tekstur daging buahnya tebal, empuk dengan cita rasa gurih manis.

Jpeg

Pedagang Duren di Kota Pontianak

Mas Aulia sempat menawari saya makan durian ketika di tengah perjalanan menuju Warung Kopi Winny. Saya menolak dengan halus dikarenakan saya bukan penggemar buah durian.. hehehehe.. 😛

Masih cukup banyak yang ingin saya ceritakan selama saya di Pontianak, saya bertemu Mas Eko Wahyudi teman di Komunitas Backpacker Dunia, dan selain itu saya juga berkesempatan bertemu Mbak Devi beserta Suaminya. Sayangnya saya belum berhasil jumpa Mbak Helen.

Berhubung saya sudah mengantuk sekali, mungkin akan saya lanjutkan lagi di lain waktu.

I Love Bogor

Imelda May with The Dubliners

Sudah berapa lama saya tidak menulis di blog…? mungkin sudah hampir atau bahkan lebih dari ratusan purnama. Entahlah, saya lupa. Saya tidak menghitung.

Ada banyak sekali cerita kehidupan (ceileh!) yang ingin sekali saya tuangkan dalam blog. Namun, apa daya, setiap hendak menulis tiba-tiba jari jemari menjadi kelu. Kisah-kisah yang sebelumnya riuh berlalu-lalang bak lalu lintas tak beraturan seketika sirna. Hampa. Kosong. Seperti hilang ingatan.

Beberapa waktu yang lalu saya membaca blog kawan saya yang sedang giat memperkenalkan wisata dalam negeri, khususnya di daerah Sumatra Selatan dan sekitarnya. Dengan ciri khasnya yang membuat pembaca seolah ikut merasakan pengalamannya secara langsung. Tulisannya sangat enak dibaca, tidak rumit, simple namun informatif. Di beberapa bagian tidak lupa diselipkan guyonan-guyonan yang selalu berhasil membuat saya tertawa terpingkal-pingkal atau sekedar tersenyum ringan ala MacGyver (TV Series 1985-1992).

macgyver-reboot-headed-to-cbs

Richard Dean Anderson a.k.a. MacGyver (Sumber : http://www.justjared.com/tags/macgyver/)

Tanpa saya sadari tulisan-tulisan dari blog kawan saya tersebut telah merasuki sukma atau menjadi semacam trigger buat saya untuk menulis lagi. Saya yang aslinya doyan keluyuran, sempat vakum dan ogah main, namun, setelah membaca blog kawan saya tersebut, keinginan untuk berpelesir yang sekian lama berhibernasi perlahan mulai mengeliat kembali.

Dalam rangka memberdayakan blog saya kembali, saya berusaha mencoba atau mencontek cara-cara kawan saya tersebut dengan memulai mencari-cari materi tulisan dari lingkungan sekitar. Dan, pada hari Minggu (26 Maret 2017) lalu, sekejap setelah terbangun dari tidur, saya melihat salah satu postingan Instagram kawan kuliah saya sedang berfoto dengan background yang agak kurang jelas menginformasikan tentang apa karena hampir semuanya tertutup oleh badannya yang seukuran gajah bunting. Sepertinya berhubungan dengan suatu komunitas atau hobiis. Oleh karena kawan kuliah saya tersebut juga berprofesi sebagai juragan Ikan Cupang, saya berfikiran bahwa dia sedang mengikuti kontes Ikan Cupang. Kebetulan acaranya masih di tengah kota Bogor, tidak jauh dari kost-an saya, tepatnya di Pusdikzi Zeni TNI AD, daerah Air Mancur. Markas tentara gitu, lah, kira-kira.

Saya pun tertarik untuk “meliput”. Saya pikir ini bisa jadi materi tulisan buat blog saya. Setelah menyelesaikan berbagai ritual hari Minggu seperti antar pakaian kotor ke laundry-an sampai ngopi di kantin langganan sambil ngemil donat kentang, saya pun bergegas mandi lalu tancap gas menuju tempat kejadian perkara dengan naik angkot nomor 07 A jurusan Ciparigi–Merdeka.

Seperti biasa, tanpa bisa diprediksi, baru setengah jalan tiba-tiba Bogor diguyur hujan deras. Saya turun di depan masjid Jami’ Al Hijri, tidak jauh dari Pusdikzi Zeni TNI AD untuk menunaikan ibadah Sholat Dhuhur sekaligus berteduh. Sekitar setengah jam kemudian, setelah hujan reda, saya berjalan kaki menuju lokasi acara dengan perasaan membuncah. Gila, ini bakal jadi tulisan pertama saya lagi setelah sekian lama tidak menghasilkan apa-apa.

Sesampainya di lokasi acara, saya terperanjat kaget bukan kepalang. Lebih kaget ketimbang saat mendengar kabar bahwa Alien dari galaksi sebelah sedang melakukan perjalanan menuju Planet Bumi.

Rupanya bukan kontes ikan cupang, melainkan kontes burung!

Jangkrik!!

Mendadak gairah “jurnalistik” saya langsung pupus.

Jpeg

Kontes Burung di Pusdikzi Zeni TNI AD Bogor

Makin sebal ketika tanpa sengaja saya berjumpa kawan dari tempat kerja lama saya. Kawan saya tersebut ikut kontes burung bersama komunitasnya. Saat saya berbasa-basi bertanya mengenai kabar dan lain sebagainya, dia menjawab dengan sangat cepat sekali bahkan saat pertanyaan saya belum tuntas. Belagunya minta ampun. Bikin emosi. Rasanya saya ingin sekali menghadiahinya dengan tendangan kungfu ala Éric Daniel Pierre Cantona atau yang lebih dikenal dengan Eric Cantona (Marseille, France, 24 May 1966) yang menurut saya sangat keren. Sekalipun saya bukan fans Manchester United, tak bisa ditampik, sejak kejadian bersejarah tanggal 25 Januari 1995 tersebut, Eric Cantona telah menjadi salah satu pemain sepak bola idola saya.

Tak lama kemudian, karena nihil pengetahuan terkait seluk beluk perburungan, saya segera meninggalkan lokasi yang lumayan becek setelah hujan. Akibatnya celana dan kaki saya jadi kotor karena kecipratan becekan. Sungguh, Minggu yang aneh dan kurang kerjaan.

Oasis : Rock And Roll Yang Cukup Cuek

Oasis1

Oasis Formasi Awal pasca keluarnya Tony McCarroll, dari Kiri ke Kanan : Liam Gallagher, Paul “Guigsy” McGuigan, Paul “Boneheads” Arthurs, Alan White, Noel Gallagher.

Saya sedang butuh pelepasan. Saya perlu menulis bebas sejenak sebelum kembali ke ranah ilmiah sebagai menu keseharian yang tersaji diatas bejana-bejana perak berkilauan. Kebiasaan menulis bebas tanpa pakem ini saya gunakan sebagai semacam therapy yang berangkat dari sebentuk kebosanan yang telah sedemikian rupa mengkristal. Butuh untuk dicairkan agar-agar ide-ide yang hendak disampaikan bisa mengalir lagi. Ibaratnya saya sedang ingin menuju ke suatu tempat melalui jalan yang tidak biasanya. Meskipun harus memutar jauh, namun, saya cukup menikmati pemandangan dan atau suasana yang terhampar.

Saya sangat mencintai musik walaupun saya bukan seorang pemain musik yang baik. Mungkin, lebih tepat disebut sebagai penikmat musik. Dewasa ini saya mendengarkan musik apa saja kecuali pop melayu ala-ala Charly Van Houten ST 12/Setia Band dan Kangen Band. Sejujurnya, musik Melayu yang sesungguhnya sangat indah, boleh dicoba dengarkan Cindai milik Siti Nurhaliza.

Mood saya dalam menikmati musik bisa dengan mudah berubah-ubah. Saya bisa tiba-tiba mendengarkan lagu-lagu boyband era 90’an sampai 2000’an, seperti NKOTB, Bed And Breakfast, BSB, N’SYNC, Boyzone, hingga Blue. Atau, tiba-tiba saya ingin mendengarkan lagu-lagu dari era Grunge hingga Post-Grunge, seperti Nirvana, Pearl Jam, Green River, Silverchair, The Vines, Foo Fighters, Puddle Of Mudd. Atau, tiba-tiba saya mendengarkan musik-musik era Punk Rock, seperti The Ramones, Rancid, Sex Pistols, MXPX, The Misfits, The Offspring, The Clash, NOFX, Green Day, Blink 182. Atau, tiba-tiba saya mendengarkan band-band rock alternatif, seperti Weezer, Matchbox Twenty, Radiohead, Muse, Red Hot Chilli Pepper, R.E.M, The Smashing Pumkins, The Cure, Fastball, Incubus. Atau, tiba-tiba saya mendengarkan lagu-lagu pop dan pop rock alternatif, seperti The Cardigans, Sixpences None The Richer, Natalie Imbruglia, The Corrs, Lenne Marlin, Jennifer Paige, Firehouse, Sioen, Lighthouse Family, Savage Garden. Atau, tiba-tiba saya mendengarkan lagu-lagu era new wave, seperti Duran Duran, A-Ha, Tears For Fears, Level 42. Atau, tiba-tiba saya mendengarkan lagu-lagu rock and roll ala Inggris, seperti The Beatles, The Rolling Stones, Oasis, Blur, The Verve. Atau, tiba-tiba saya mendengarkan lagu-lagu Taiwanesse Mandarin milik Mbak Shumei, sinden Taiwan kesayangan. Atau, tiba-tiba saya mendengarkan lagu-lagu Campursari Jawa, lagu-lagu Sunda, lagu-lagu Aceh, lagu-lagu Batak, lagu-lagu Minang, lagu-lagu Manado, lagu-lagu Flores, hingga lagu-lagu dangdut era 90’an. Dan, masih banyak lagi.

Untuk lagu-lagu Indonesia, saya cukup menggemari Dewa 19 era Bayi 19, Format Masa Depan, Terbaik Terbaik, Pandawa Lima. Menurut saya, keempat album tersebut merupakan karya paling revolusioner milik Dewa 19 sepanjang karirnya. Selain itu saya juga sangat menyukai band-band yang mengusung lirik-lirik puitis pad tiap karyanya, seperti KLA Project, Jikustik, Letto, Sheila On 7, dan Java Jive.

Namun demikian, diantara semuanya, yang benar-benar mewakili idealisme saya adalah karya atau genre musik yang diusung oleh The Beatles dan Oasis. Lebih khususnya, dalam tulisan ini, saya akan membahas lebih jauh tentang Oasis, band yang digawangi oleh kakak beradik Noel Gallagher dan Liam Gallagher.

Secara style, Oasis sendiri sebenarnya sangat terpengaruh oleh The Beatles. Ya, kita semua tahu, The Beatles adalah salah satu kiblat musik yang masih abadi hingga saat ini meski dua anggotanya, John Lennon dan George Harrison telah tiada dan menyisakan dua personel lainnya, Paul McCartney dan Ringo Starr. Paul McCartney masih eksis berkarya sampai saat ini dan telah menelurkan puluhan album. Oasis juga sering membawakan lagu-lagu The Beatles baik di album maupun saat konser, salah satunya yang paling ikonik adalah I Am The Walrus yang diambil dari album The Beatles-The Magical Mystery Tour rilisan tahun 1967.

Secara umum, Oasis mengusung genre rock and roll yang cukup cuek namun dibalut lirik-lirik yang sarat makna, meski kadang beberapa diantaranya banyak yang terkesan ngawur. Saya suka dengan distorsi melodi dari Noel Gallagher. Saya suka lirik-lirik gubahan Noel Gallagher. Porsinya selalu pas, tidak berlebihan, dan mudah dipahami.

Meski Oasis telah bubar, tapi karya-karya mereka tidak dilupakan. Beberapa lagu yang cukup populer, antara lain Live Forever, Don’t Look Back In Anger, Don’t Go Away, Stand By Me, Whatever, Champagne Supernova, Do You Know What I Mean?, dan Married With Children.

Perpecahan Oasis dipicu oleh konflik internal antara Noel Gallagher dan Liam Gallagher yang sudah terjadi sejak lama. Puncaknya pada tour promo album terakhir Oasis berjudul Dig Out Your Soul, Liam Gallagher sering absen. Padahal, sebagai vokalis, dia menjadi daya tarik utama band. Hal ini sebenarnya telah menjadi salah satu kebiasaan buruk Liam Gallagher yang paling sering dilakukan. Noel Gallagher sendiri sudah cukup mahfum, sehingga tidak mengherankan jika di banyak konser-konser atau penampilan live Oasis, Noel Gallagher, disamping sebagai lead guitarist, sekaligus juga bertindak sebagai vokalis. Pekerjaan yang cukup mudah bagi Noel Gallagher jika mengingat fakta, bahwa hampir 98 % lagu-lagu Oasis adalah karya Noel Gallagher. Sesuai dengan kesepakatan awal saat band ini terbentuk, dalam penciptaan karya lagu, Noel Gallagher memang terkesan mendominasi namun terbukti karya-karyanya adalah ruh bagi band, sehingga peran Liam Gallagher sebagai vokalis utama dengan segala tingkah polahnya terkesan hanya sebagai stimulus visual saja.

Dinukil dari artikel di majalah Rolling Stones edisi tanggal 12 Juli 2011, pada saat diwawancari oleh BBC Radio 1, Liam Gallagher, meski tidak membantah telah ikut berkontribusi atas pecahnya Oasis, namun, dia juga membantah semua hal yang dikatakan oleh Noel Gallagher mengenai pernyataannya yang menyatakan bahwa penyebab batalnya Oasis tampil pada V Festival 2009 adalah dikarenakan Liam Gallagher mabuk (alkohol) terlalu parah. Disamping itu, masih menurut Noel Gallagher, penyebab lainnya adalah karena Liam Gallagher ingin memasukkan iklan label clothing miliknya, Pretty Green, di dalam program tur mereka. Ketidaksepahaman soal tersebut hampir membawa kakak-beradik itu terlibat adu pukul.

Disela-sela acara peluncuran album solo pertamanya, Noel Gallagher’s High Flying Birds, Noel Gallagher juga menjelaskan mengenai kejadian di belakang panggung Rock En Seine di Paris 2009 silam, menurutnya, pada saat itu Liam Gallagher memegang gitar layaknya sebuah kampak dan nyaris memukul wajahnya.

Noel Liam 2

Dari kiri ke kanan : Liam Gallagher dan Noel Gallagher.

 

Selepas perpecahan Oasis dan mendapati kenyataan bahwa Noel Gallagher sudah terbang tinggi bersama proyek Noel Gallagher’s High Flying Birds-nya, Liam Gallagher, bersama anggota terakhir Oasis yang tersisa, yaitu Gem Archer (gitar),  Andy Bell (bass), dan Chris Sharrock (drum) melanjutkan band dengan nama baru, Beady Eye. Chris Sharrock merupakan anggota paling baru yang ikut membantu Oasis karena drummer sebelumnya, Alan White, mengundurkan diri pada 2008-2009, menjelang Oasis bubar. Beady Eye juga merekrut anggota baru, Jay Mehler yang merupakan mantan bassist Kasabian.

Beady Eye sendiri hanya bertahan dengan dua album, diantaranya Different Gear Still Speeding pada 2011 dengan single andalan The Beat Goes On, dan album BE pada 2013 dengan single Flick Of The Finger. Setelah itu, Beady Eye seolah tidak terdengar lagi gaungnya. Sedangkan Noel Gallagher bersama proyek solonya, Noel Gallagher’s High Flying Birds masih eksis dengan tiga album yang telah sukses dikemas, diantaranya Noel Gallgher’s High Flying Birds – Self Titled (2011), Noel Gallagher’s High Flying Birds – Song From The Great White (2012), dan Noel Gallagher’s High Flying Birds – Chasing Yesterday (2015).

beadyeye2014promo

Beady Eye, dari kiri ke kanan : Chris Sharrock, Gem Archer, Liam Gallagher, Andy Bell, Jay Mehler.

Yang lebih menarik adalah fakta bahwa drummer Oasis selalu berzodiac Gemini. Mulai dari Tony McCarroll, kelahiran 4 Juni 1971, drummer pada era Definitely Maybe (1994) yang kemudian digantikan oleh Alan White, kelahiran 26 Mei 1972, drummer era (What’s The Story) Morning Glory? (1995), Be Here Now (1997), The Masterplan (1998), Standing On The Shoulder Of Giants (2000), Familiar To Millions (2000), Heathen Chemistry (2002), Don’t Believe The Truth (2005), dan Dig Out Your Soul (2008). Di tengah-tengah tur album Dig Out Your Soul, seiring perseteruan antara Noel Gallagher dan Liam Gallagher yang mustahil dibendung, Alan White memutuskan untuk mengundurkan diri dan posisinya digantikan oleh Chris Sharrock, kelahiran 30 Mei 1964. Selain ketiga drummer tersebut, Noel Gallagher sendiri juga berzodiac Gemini kelahiran 29 Mei 1967.

Oasis tonymccarroll1

Tony McCarroll.

Sejarah Oasis, dicuplik dari situs Wikipedia, dimulai pada tahun 1991, dibentuk di kota Manchester, Inggris, Noel Gallagher dan Liam Gallagher tumbuh menjadi pendukung setia tim Liga Primer Inggris, Manchester City. Personel awal Oasis pada album pertama, Definitely Maybe (1994) adalah Liam Gallagher (vocal), Noel Gallagher (lead guitarist), Paul “Boneheads” Arthurs (guitarist), Paul “Guigsy” McGuigan (bassist), dan Tony McCarroll (drum).

Tahun berikutnya, 1995, Oasis merilis album baru bertajuk (What’s The Story) Morning Glory? Bersama drummer baru, Alan White. Gaya hidup liar/urakan serta perselisihan antara Noel Gallagher dan Liam Gallagher menjadi santapan empuk media karena dianggap sebagai berita yang menguntungkan.

Oasis merilis album ketiga mereka, Be Here Now, pada tahun 1997. Album Be Here Now tercata memiliki angka penjualan tercepat dalam sejarah musik di Inggris, meski begitu, popularitas album dengan single andalan, Don’t Go Away, dengan warna rock ballad yang sangat renyah didengar di telinga ini menurun sangat cepat. Selanjutnya, pada 1998, Oasis merilis album The Masterplan.

Pasca album The Masterplan, Oasis harus kehilang dua personel utama mereka, yaitu Paul “Boneheads” Arthurs (guitarist) dan Paul “Guigsy” McGuigan (bassist) pada saat proses rekaman dan akan rilis album Standing On The Shoulder Of Giants karena mereka sudah tidak tahan dengan gaya hidup serta kelakuan minus Noel Gallagher dan Liam Gallager yang seolah tidak pernah berhenti berselisih.

Pada tahun 2000, Oasis memperkenalkan anggota baru mereka, Gem Archer yang berperan menggantikan Paul “Boneheads” Arthur (guitarist) dan Andy Bell yang berperan menggantikan Paul “Guigsy” McGuigan (bassist) pada saat perilisan album Standing On The Shoulder Of Giants. Masa transisi cukup berpengaruh pada eksistensi band kontroversial ini. Pada tahun 2002, Oasis menegeluarkan album berjudul Heathen Chemistry.

Oasis berhasil menemukan kesuksesan dan popularitasnya kembali melalui album Don’t Believe The Truth pada tahun 2005. Pada album Don’t Believe The Truth, tidak lama setelah Alan White mengundurkan diri, sebelum Chris Sharrock masuk, proses rekaman tersebut untuk mengisi posisi drum sempat dibantu oleh Zak Starkey, putra dari legenda The Beatles, Ringo Starr.

Tiga tahun kemudian, pada tahun 2008, Oasis mengeluarkan album Dig Out Your Soul yang menjadi album terakhir mereka karena tidak lama kemudian Noel Gallagher memilih untuk mengundurkan diri oleh sebab-sebab yang telah diceritakan di atas sebelumnya.

Oasis 2000

Formasi Oasis pasca keluarnya Paul Arthurs dan Paul McGuigan, dari kiri ke kanan : Liam Gallagher, Gem Archer, Alan White, Andy Bell, Noel Gallagher.

Sepanjang karir band, Oasis pernah memuncaki posisi satu di tangga musik inggris. Oasis juga pernah memenangi lima belas NME Awards, sembilan Q Awards, empat MTV Europe Music Awards, dan enam Brit Awards, termasuk salah satunya pada tahun 2007 untuk kontribusi luar biasa terhadap musik dan satu untuk album terbaik dalam 30 tahun terakhir berdasarkan polling pendengar BBC Radio 2. Oasis juga pernah dinominasikan untuk tiga buah Grammy Awards. Terhitung per 2009, Oasis telah menjual sekitar 70 juta copy rekaman mereka di seluruh dunia.

Pada tahun 2010, Oasis terdaftar dalam Guinness Book Of World Records untuk kategori “ Longest Top 10 UK Chart Run By A Group “ atas keberhasilan memposisikan 22 single hits di top-10 chart musik Inggris. Oasis juga dinobatkan oleh Guinness Book Of World Records sebagai entitas musik tersukses antara tahun 1995 hingga 2005, menduduki Top Chart Music 75 selama 765 minggu.

Menurut kabar terakhir, hubungan antara Noel Gallagher dan Liam Gallagher sudah mulai membaik, namun mereka masih enggan berkomentar mengenai wacana reuni Oasis.

Diskografi :

1. Definitely Maybe 1994

Definitely Maybe.

Definitely Maybe dirilis pada tanggal 29 Agustus 1994.

Songs :

  1. Rock ‘N’ Roll Star.
  2. Shakermaker.
  3. Live Forever.
  4. Up In The Sky.
  5. Columbia.
  6. Supersonic.
  7. Bring It On Down.
  8. Cigarettes & Alcohol.
  9. Digsy’s Dinner.
  10. Slide Away.
  11. Married With Children.
1d75ae98332f2c87a3de4802bdb176481d9febb4

(What’s The Story) Morning Glory?

(What’s The Story) Morning Glory? dirilis pada tanggal 2 Oktober 1995.

Songs :

  1. Hello.
  2. Roll WIth It.
  3. Wonderwall.
  4. Don’t Look Back In Anger.
  5. Hey Now.
  6. The Swamp Song [Version 1].
  7. Some Might Say.
  8. Cast No Shadow.
  9. She’s Electric.
  10. Morning Glory.
  11. The Swamp Song [Version 2].
  12. Champagne Supernova.
beherenow

Be Here Now.

 Be Here Now dirilis pada tanggal 21 Agustus 1997.

Songs :

  1. D’You Know What I Mean?
  2. My Big Mouth.
  3. Magic Pie.
  4. Stand By Me.
  5. I Hope, I Think, I Know.
  6. The Girl In The Dirty Shirt.
  7. Fade In-Out.
  8. Don’t Go Away.
  9. Be Here Now.
  10. All Around The World.
  11. It’s Getting Better [Man!!].
  12. All Around The World [Reprise].
MasterplanOasisalbumcover

The Masterplan.

The Masterplan dirilis pada tanggal 3 November 1998.

Songs :

  1. Acquiesce.
  2. Underneath The Sky.
  3. Talk Tonight.
  4. Going Nowhere.
  5. Fade Away.
  6. The Swamp Song.
  7. I Am The Walrus (Live).
  8. Listen Up.
  9. Rockin’ Chair.
  10. Half The World Away.
  11. (It’s Good) To Be Free.
  12. Stay Young.
  13. Headshrinker.
  14. The Masterplan.
Oasis_-_Standing_On_The_Shoulders_Of_Giants_-_front

Standing On The Shoulder Of Giants.

Standing On The Shoulder Of Giants dirilis pada tanggal 28 February 2000.

Songs :

  1. Fuckin’ In The Bushes.
  2. Go Let It Out.
  3. Who Feels Love?
  4. Put Yer Money Where Yer Mouth Is.
  5. Little James.
  6. Gas Panic!
  7. Where Did It All Go Wrong?
  8. Sunday Morning Call.
  9. I Can See A Liar.
  10. Roll It Over.
  11. Let’s All Make Believe.
51uC+US1KfL

Heathen Chemistry.

Heathen Chemistry dirilis pada tanggal 1 July 2002.

Songs :

  1. The Hindu Times.
  2. Force Of Nature.
  3. Hung In A Bad Place.
  4. Stop Crying Your Heart Out.
  5. Songbird.
  6. Little By Little.
  7. A Quick Peep (Instrumental).
  8. (Probably) All In The Mind.
  9. She Is Love.
  10. Born On A Different Cloud.
  11. Better Man
  12. The Cage (Hidden Track).
Oasis_Don't_Believe_the_Truth

Don’t Believe The Truth.

Don’t Believe The Truth dirilis pada tanggal 30 May 2005.

Songs :

  1. Turn Up The Sun.
  2. Mucky Fingers.
  3. Lyla.
  4. Love Like A Bomb.
  5. The Importance Of Being Idle.
  6. The Meaning Of Soul.
  7. Guess God Thinks I’m Abel.
  8. Part Of The Queue.
  9. Keep The Dream Alive.
  10. A Bell Will Ring.
  11. Let There Be Love.
oasis-dig_out_your_soul-frontal

Dig Out Your Soul.

Dig Out Your Soul dirilis pada tanggal 1 Oktober 2008.

Songs :

  1. Bag It Up.
  2. The Turning.
  3. Waiting For The Rapture.
  4. The Shock Of The Lightening.
  5. I’m Outta Time.
  6. (Get Off Your) High Horse Lady.
  7. Falling Down.
  8. To Be Where There’s Life.
  9. Ain’t Got Nothin’.
  10. The Nature Of Reality.
  11. Soldier On.
  12. I Believe In All.
  13. The Turning (Alt. Version #4).
Time_Flies_1994-2009_album_cover

Time Flies… 1994-2009.

Time Flies… 1994-2009 merupakan album kompilasi yang memuat 27 lagu-lagu terbaik Oasis sepanjang tahun 1994 hingga 2009. Album ini dirilis pada tanggal 14 Juni 2010.

Songs :

Disc 1

  1. Supersonic (Definitely Maybe, 1994).
  2. Roll With It (What’s The Story Morning Glory?, 1995).
  3. Live Forever (Definitely Maybe, 1994).
  4. Wonderwall (What’s The Story Morning Glory?, 1995).
  5. Stop Crying Your Heart Out (Heathen Chemistry, 2002).
  6. Cigarettes & Alcohol (Definitely Maybe, 1994).
  7. Songbird (Heathen Chemistry, 2002).
  8. Don’t Look Back In Anger (What’s The Story Morning Glory?, 1995).
  9. The Hindu Times (Heathen Chemistry, 2002).
  10. Stand By Me (Be Here Now, 1997).
  11. Lord Don’t Slow Me Down (Single, 2007).
  12. Shakermaker (Definitely Maybe, 1994).
  13. All Around The World (Be Here Now, 1997).

Disc 2

  1. Some Might Say (What’s The Story Morning Glory?, 1995).
  2. The Importance Of Being Idle (Don’t Believe The Truth, 2005).
  3. D’You Know What I Mean? (Be Here Now, 1997).
  4. Lyla (Don’t Believe The Truth, 2005).
  5. Let There Be Love (Don’t Believe The Truth, 2005).
  6. Go Let It Out (Standing On The Shoulder Of Giants, 2000).
  7. Who Feels Love? (Standing On The Shoulder Of Giants, 2000).
  8. Little By Little (Heathen Chemistry, 2002).
  9. The Shock Of The Lightening (Dig Out Your Soul, 2008).
  10. She Is Love (Heathen Chemistry, 2002).
  11. Whatever (Single, 1994).
  12. I’m Outta Time (Dig Out Your Soul, 2008).
  13. Falling Down (Dig Out Your Soul, 2008).
  14. Sunday Morning Call (Standing On The Shoulder Of Giants, 2000).

 

 

Lost

Coldplay : Up & Up

Dihinggapi bosan. Keheningan tiba-tiba memenuhi isi kepala. Hampa. Ide-ide enggan menghampiri. Dan rasa kantuk pun perlahan mulai menyerang. Ingin menyempurnakannya dengan tidur, barangkali bisa terbawa mimpi bertemu pujaan hati, namun, tak ada kasur.

Tinggalkan sejenak aksara-aksara yang beterbangan tak tentu arah dalam benak fikiran.

Semalam saya baru saja kembali dari Solo untuk sebuah acara yang berkaitan dengan pekerjaan saya. Sesaat setelah mendarat, aroma bandara, desing mesin-mesin pesawat, dan semerbak wangi parfum pramugari-pramugari yang tertinggal, membuncahkan kembali kerinduan melihat keberagaman dari berbagai penjuru dunia dan sekaligus menikmati kesendirian sambil menjadi manusia asing di tengah negeri-negeri antah berantah nan masyhur dengan segala dinamikanya.

Kadang saya berfikir hingga merasa khawatir, bagaimana jika pada suatu masa mendatang, segerombolan makhluk entah dari mana yang memiliki tingkat kecerdasan 1 % di atas tingkat kecerdasan manusia berkunjung ke Planet Bumi lalu menganggap manusia sebagai tanaman, misalnya.

Mungkin sebagian dari mereka akan membudidayakan.

Mungkin sebagian dari mereka mengkonsumsi sebagai bahan makanan.

Mungkin sebagian dari mereka akan menebangi.

Mungkin sebagian dari mereka akan menginjak-injak seperti semak.

Mungkin sebagian dari mereka…

Ah! Entahlah! Ngeri membayangkannya!

Beberapa waktu yang lalu saya juga sempat bertemu teman zaman kuliah dulu. Dia telah tumbuh menjadi wanita dewasa dan sebagai ibu dari dua anak. Dia terlihat jauh lebih manis dengan kacamata dan parasnya yang tampak segar mewarnai pipi tembemnya.

Saya jadi teringat long weekend pada dua minggu yang lampau. Saya gagal pulang kampung karena kehabisan tiket kereta api. Sempat terbesit niat untuk menggunakan bis menuju kampung halaman, tapi bayangan kemacetan menyiutkan nyali saya. Kemacetan hanya akn membuat saya stress bukan kepalang. Kemudian, saya melalui long weekend di kota tempat saya berdomisili saat ini. Bogor.

Enam kegiatan utama saya pada saat long weekend kemarin adalah tidur, mandi (sehari sekali), wisata kuliner, pergi ke toko buku (Gramedia), mendatangi majelis musik untuk belajar memainkan gitar, dan menonton film. Kesibukan yang saya ciptakan bagi diri sendiri tersebut membuat long weekend seolah menggelinding begitu saja tanpa bisa dikendalikan sejenak untuk sedikit bonus pada ruang-ruang bagi kemalasan. Long weekend ibarat melati pujaan hati yang hadir memanjakan di atas peraduan penuh cinta. Maka, ketika long weekend hendak atau bersiap untuk berlalu menghantar ke gerbang rutinitas kembali, kerinduan akannya menjadi tak tertanggungkan, menancap dalam hingga ke palung kalbu.

Pernah tidak teman-teman sekalian membayangkan jika pada abad-abad megacanggih mendatang, perjalanan antar planet dan atau bahkan antar galaksi menjadi sangat lumrah. Saat itu akan ada shelter-shelter atau terminal-terminal kendaraan pelontar waktu berkecepatan cahaya bertebaran di luar angkasa. Mungkin Kementerian Perhubungan akan membuka kantor-kantor dinas di sana.

Lalu bagaimana nasib hubungan pertemanan antara Captain America dan Iron Man?

Untuk ukuran film dengan rating IMDb 8.6/10, Rotten Tomatoes 92 %, disamping plot cerita dan ending yang kurang mengesankan, di Captain America : Civil War juga tidak tersaji rangkaian saajak-sajak puitis (puisi). Jadi, tanpa bisa saya pungkiri AADC 2 masih jauh lebih menarik dengaan segala dinamikanya.

Selain fakta bahwa hingga saat ini saya masih harus menunggu moment yang tepat untuk memoles BluShumei, Vespa Super 1978 kesayangan saya ke bengkel, saya juga baru tahu jika setiap tanggal 17 Mei dirayakan sebagai Hari Buku Nasional.

Baiklah, saya akan jujur, sebenarnya saya sedang naksir seorang gadis cantik nun jauh di seberang. Seberang kota, maksud saya. Hehehe.. Namun, saya masih takut untuk mengatakannya. Saya tidak tahu apakah rasa ini akan terus saya simpan demi tidak mengganggu kenyamanan banyak pihak dan agar saya tetap bisa menikmati keindahannya dari jauh tanpa perlu dia tahu akan rasa yang telah bersemi di ladang hati ini?

Atau mungkin saya perlu melakukan perjalanan lintas negara lagi? Seperti, misalnya, perjalanan yang sedang saya angankan : menjelajahi jalur Tiongkok-Mongolia-Vladivostok-Khabarovsk-Irkutsk-Novosibirsk-Omsk-Chelyabinsk-Yaroslavl-Moscow menggunakan Trans Siberian.

Lalu, saya menyambung dengan kereta api lagi menuju Vienna-Paris-Amsterdam-Antwerpen-Selat Dover-London. Dari London, setelah selfie di depan istana Westminster yang tersohor dengan jam raksasa bernama Big Ben itu, saya naik kereta api lagi kembali menyeberangi Selat Dover berlanjut dengan rute Antwerpen-Amsterdam-Paris-Vienna-Iran-Pakistan-Bangladesh-Myanmar-Thailand-Malaysia-Singapore.

Saya akan berhenti sejenak di Singapore dan menyempatkan waktu bermalam di Bandara Internasional Changi untuk sekedar melihat lalu lalang traveler-traveler lain dari berbagai belahan dunia yang sedang melakukan transit. Saya ingin menikmati keriuhannya sebelum kembali ke Indonesia dan (mungkin) menyetakan cinta pada gadis tersebut.

Sekilas tampak atau terdengar romantic memang…

Sayang, semua itu hanya khayalan.

Sarapan

Sarapan

Konon, perbedaan derajat intelektualitas (kecerdasan) antara manusia dan primata a.k.a. monyet hanya 1 % saja.

Logikanya, dengan perbedaan yang hanya 1 % itu, seharusnya manusia (masih) bisa dengan mudah mengajarkan Bahasa Indonesia atau Bahasa Daerah atau Matematika atau Fisika atau Kalkulus atau Pemrograman Komputer atau Astronomi atau disiplin-disiplin ilmu lainnya yang biasa dipelajari dan (sebagian) dikuasai (sesuai dengan minat) kepada primata a.k.a. monyet.

Namun, nyatanya… perbedaan yang hanya 1 % itu gap-nya sangat mengerikan…

Jadi, bisa dibayangkan, seandainya ada makhluk lain di Bumi yang tingkat intelektualitas (kecerdasan)-nya 1 % diatas manusia…

Mungkin, makhluk tersebut juga sama frustrasinya kala berusaha mentransfer ilmu kepada manusia sebagaimana frustrasinya manusia kala berusaha mentransfer ilmu kepada primata a.k.a. monyet.

Mungkin, makhluk tersebut yang masuk kepada golongan jahat akan menjadikan manusia sebagai buruan.

Sebagian lagi menjadikan manusia sebagai peliharaan…

Sebagian lagi menjadikan manusia sebagai pementas sirkus…

Sebagian lagi menjadikan manusia sebagai santapan malam…

Sebagian lagi menjadikan manusia sebagai…

Ah!

Maha Besar Tuhan Sang Pemilik Alam Semesta Beserta Seluruh Isinya.

Sekali lagi, betapa ngeri membayangkannya saja.

Tapi, sudahlah, lupakan, anggap saja imagi saya tersebut terlalu absurd.

Saya tidak hendak bercerita tentang kengerian-kengerian yang berpotensi menciptakan mimpi buruk dalam peraduan.

Saya ingin bercerita betapa selama ini banyak kerabat, sahabat, teman, dan kolega-kolega lain yang salah sangka dan mengira saya sebagai Naga Lyla bahwa pada hari ini, Sabtu tanggal 16 Januari 2016, seorang gadis manis yang pernah membawa saya kepada rumitnya labirin asmara dan nikmatnya secawan madu rindu yang dipanen dari sarang cinta diam-diam, sedang merayakan hari jadinya yang ke 25. Mungkin bersama kekasihnya.

Happy birthday to you…

Wish you all the best…

Tak ayal, ketika bangun tidur tadi pagi, saya pun sempat mengalami kegalauan. Tapi, bukan galau karena cinta yang berlalu dan tanpa sempat saya miliki ini, yaa… melainkan, galau menentukan menu sarapan.

Awalnya saya berinisiatif ingin masak sendiri saja sambil mempraktekkan hasil belajar dari chef-chef handal sekaliber -misalnya- Jamie Oliver melalui channel You Tube selama ini. Namun, tiba-tiba saya tersadar bahwa ternyata saya belum punya kompor, belum punya panci, belum punya teflon, belum punya pisau, belum punya talenan, belum punya bahan-bahan yang akan dimasak, dan belum punya….. istri #krik.

Okayy…

Pada dasarnya, saya bukan orang yang selalu memulai sarapan di waktu pagi. Meski sarapan itu sendiri selalu identik dengan waktu pagi. Sebagaimana mentari yang selalu terbit dari timur #halah. Memang di hari kerja dari Senin hingga Jumat, saya selalu mengawali sarapan pada pagi hari karena pada saat bekerja dibutuhkan energi yang mencukupi agar pekerjaan bisa terlaksana dengan sebagaimana mestinya. Akan tetapi tidak dengan akhir pekan.

Saat akhir pekan, biasanya saya mulai sarapan ketika hari sudah menjelang siang. Mendekati waktu Dhuhur. Karena setiap akhir pekan saya selalu bangun ketika hari sudah menjelang siang. Mendekati waktu Dhuhur. Diulang-ulang wae.. hehehe..

Sarapan di kantin-kantin sekitar kost-an cukup menjemukan. Hampir setiap hari sepulang kerja saya selalu makan malam di kantin-kantin sekitar kost-an. Sempat terfikir sarapan di Maidanglao yang hanya berjarak seperlemparan granat dari kost-an saya. Tapi, kok, ya, eman-eman, gitu, di Maidanglao satu menu Paket Panas Spesial yang terdiri dari Sekepal Nasi, Ayam Goreng, Scramble Egg, dan Es Lemon Tea dihargai (sudah termasuk pajak) Rp. 33 Ribu rupiah. Selain itu makanan cepat saji juga kurang sehat.

Setelah agak lama menimbang-nimbang sambil diiringi playlistnya Mbak Shumei, Sinden Taiwan Kesayangan, akhirnya, saya menjatuhkan pilihan sarapan di Bebek Goreng H. Slamet (Asli) Kartosuro yang berlokasi di Jalan KH. Sholeh Iskandar, Bogor, dekat Perumahan Cimanggu Permai dan Perumahan Bukit Cimanggu City.

Mbak Shumei 4.png

Mbak Shumei, Sinden Taiwan Kesayangan.

Karena lapar yang semakin mendera, maka, seusai mandi dan gosok gigi saya bergegas menuju tempat makan Bebek Goreng H. Slamet (Asli) Kartosuro dengan menumpang Bis Trans Pakuan. Untuk sementara waktu, BlūShumei, Vespa cantik kesayangan saya, masih dalam tahap perbaikan.

Rumah Makan Bebek Goreng H. Slamet (Asli) Kartosuro di Jalan KH. Sholeh Iskandar ini merupakan tempat makan favorit Ayah saya. Saya juga mengetahui tempat makan ini dari Ayah saya. Setiap kali Ayah saya singgah di Bogor dipastikan –paling tidak sekali- harus makan di sini. Menurut Ayah saya, di seantero Bogor ini Rumah Makan Bebek Goreng H. Slamet (Asli) Kartosuro di Jalan KH. Sholeh Iskandar ini merupakan tempat makan dengan sajian utama bebek yang sangat direkomendasikan dan paling nikmat dari semua yang ada. Daging bebeknya lembut, level pedas sambal koreknya cukup memadai dalam artian tidak terlalu pedas dan tidak terlalu tidak pedas, istilahnya Fifty Fifty, selain itu nasinya juga pulen, dan harganya cukup terjangkau.

Ya, apa yang dikatakan oleh Ayah saya memang terbukti.

Bebek Goreng H. Slamet (Asli) Kartosuro… –meminjam jargon Bondan “Wisata Kuliner” Winanro- … Mak Nyusss!

Alamat :

Kuliner Centre Jl.KH.Sholeh Iskandar  ( Depan Bukit Cimanggu City ) BOGOR 

 Fasilitas   : Parkir Luas , Mushola , Smoking & Non smoking area

 Kapasitas :  150 orang ( Lesehan dan duduk )

 Jam Buka : weekdays : 10:00 pagi sampai 21.00 malam

                      weekend  :  10:00 pagi sampai 22:00 malam  

Puisi Alam Semesta

Puisi Alam Semesta

ada triliunan galaksi di alam semesta
ada triliunan tata surya di alam semesta
ada triliunan nebula tempat kelahiran bintang-bintang baru di alam semesta

ada triliunan awan bermuatan negatif mengelilingi inti atom di alam semesta
ada triliunan komet menghujan di alam semesta
ada triliunan supervillain alien berkeliaran di alam semesta
ada triliunan supermassive black holes siap melumat setiap benda di alam semesta
ada triliunan dunia paralel di alam semesta
ada triliunan ruang dan waktu di alam semesta
ada triliunan kehidupan di alam semesta

ada triliunan kesombongan membahana di alam semesta
ada triliunan tawa dan tangis di alam semesta
ada triliunan hitam dan putih di alam semesta
ada triliunan masalah dan solusi di alam semesta

ada triliunan siang dan malam silih berganti di alam semesta

ada triliunan kelahiran dan kematian singgah berlalu di alam semesta

ada triliunan pertanyaan mengapung di alam semesta

ada triliunan jawaban menunggu dijemput di alam semesta
ada triliunan cita-cita menggantung di alam semesta
ada triliunan doa pengharapan teruntai di alam semesta
ada triliunan rindu melayang-layang di alam semesta
ada triliunan wangi bunga mawar menguar di alam semesta
ada triliunan kasih sayang menyapa di alam semesta
ada triliunan keajaiban yang tak tergapai (oleh logika manusia) di alam semesta

Shumei 20

Mbak Shumei, Sinden Taiwan Kesayangan

Jangan Pernah Mencoba

Jangan Pernah Mencoba

Dewa 19

Terbaik Terbaik ( 1995 )

Intro :

A     F#m    C#m     D

A     F#m    C#m     D

D

 

 

D           E                  F#m

Terhanyut si gadis belum 17

D           E

Bermesra bersama seorang

F#m

Katanya kekasihnya

D           E

Tersingkap tak ada batas

F#m

Norma agama dan sebagainya

D           E                      F#m

Miskin petuah – petuah orang tua

 

 

Bridge :

F    C  G

Oh.. oh.. dengarlah kami

F    C  G   Am

Oh.. oh.. jangan dengarkan bisikan – bisikan

F    C  G

Oh.. oh.. mohon hiraukan

F    C  G                    D

Oh.. oh.. jangan sampai hilang segalanya

Chorus :

A

Hapuskan semua gairah yang ada

F#m

Buang gejolak hasrat mencoba

C#m            D

Belum pasti dia untukmu

A

Jangan sampai ada air mata

F#m

Dari lelaki yang pasti

C#m             D

Mendampingimu untuk selamanya

 

D           E                  F#m

Bukan masalah hidup disini Atau disana

D           E

Jangan ada nilai yang bergeser

F#m

Lepas dari jalurnya

D           E

Coba tunggulah sejenak

F#m

Sampai benar – benar kau mengerti

D          E               F#m

Tenangkan hingga kau dapat yang kau cari

Back to Bridge, Chorus

Instrument :

D     E     F#m      E

D     E     F#m      E

 

D            E       F#m            E

Disini bukan disana Disana bukan disini

D            E       F#m            E

Disini bukan disana Disana bukan disini

Back to Chorus 2x

 

A        F#m               C#m   D

Jangan pernah mencoba hu… hu…

A        F#m               C#m   D

Jangan pernah mencoba hu… hu…

A        F#m               C#m   D

Jangan pernah mencoba hu… hu…

A        F#m               C#m   D

Jangan pernah mencoba hu… hu…

http://www.chordby.com/chord/12404/dewa-19-jangan-pernah-mencoba.html

Hanya Satu

Hanya Satu

Dewa 19

Terbaik Terbaik (1995)

 

Intro: C Dm7 Am F (2x)

C               Dm7
Hanya satu yang ada di alam ini
Am                F
Tlah tercipta di dunia untuknya
C                   Dm7
Hanya satu… (Satu) Pasti hanya satu
Am              F
Mereka harusnya mengerti

C                   Dm7             Am         F
Hanya satu… (Satu) Pasti satu… (Satu) Satu…
C            Dm7
Bukalah hati Peluklah ia
Am                   F
Mungkin hanya satu yang sanggup memberinya
C         Dm7  Am       F
Damai… (Damai) Jiwa…

C     Dm7   Am            F
Hanya satu…  Yang terbaik untuk dia
C     Dm7   Am         F
Hanya satu…  Tak ada yang lain

C Dm7 Am F

Demi waktu yang kian bergulir cepat
Jangan paksakan yang lain untuknya
Mungkin suatu saat, Mungkin suatu saat
Terbukti!! Dia memang untuknya
Biarkan dia kembangkan sayap
Terbang tinggi Mama

Heyo.. heyo.. Jangan sampai ia menghilang
Heyo.. heyo.. Pengertian yang ia butuhkan
Heyo.. heyo.. Ku hanya.. Dia hanya..
Mereka hanya.. Bagian cerita

Lepaskan hasratmu Relakan deminya

Heyo.. heyo.. Jangan sampai ia menghilang
Heyo.. heyo.. Pengertian yang ia cari
Heyo.. heyo.. Bahagia untuknya
Heyo.. heyo.. Dia `kan kembali
Untukmu.. bersama.. seperti.. dulu.. lagi…

ENJOY! ^_^